Visual keindahan metropolitan hilang setelah aksi demo sekala besar diberapa kota besar di indonesia,
hancurnya kota besar metropolitan : Jakarta, Surabaya, Bandung, Medan, Makassar, hingga Semarang dan solo hingga bali.

Baca juga : DEMO RAKYAT PAJAK RAKYAT NAIK ANGGARAN DPR IKUT NAIK
Baca juga : TRAGEDI1998 JILID 2 TAHUN 2025 #IND0NESIA GELAP
Baca juga : Polri intitusi mengayomi rakyat tapi bohong!!
Baca juga : inovasi menaikan gajih tunjangan kesejahteraan DPR
Baca juga : Mengenang Para Pahlawan Pejuang Reformasi 98
Kota metropolitan menjadi pusat ekonomi, perdagangan, pendidikan, serta budaya. Namun, di balik kemegahan gedung-gedung tinggi dan hiruk pikuk aktivitas, keindahan kota perlahan hilang. Yang muncul justru wajah kota yang penuh kemacetan, polusi udara, sampah menumpuk, hingga hilangnya identitas arsitektur lokal. Fenomena ini tidak hanya berdampak pada estetika visual, tetapi juga menurunkan kualitas hidup warganya.
Hilangnya keindahan metropolitan di Indonesia merupakan konsekuensi dari urbanisasi pesat, lemahnya perencanaan kota, serta ketidakseimbangan antara pembangunan ekonomi dan keberlanjutan lingkungan. Artikel ini akan membahas secara detail faktor penyebab, fakta nyata di kota-kota besar, dampak sosial yang muncul, serta upaya yang bisa dilakukan untuk mengembalikan keindahan metropolitan Indonesia.
Penyebab Hilangnya Keindahan Kota Metropolitan
- Urbanisasi Tak Terkendali
Indonesia mengalami urbanisasi masif. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2020 sekitar 56% penduduk Indonesia tinggal di wilayah perkotaan, dan angka ini diprediksi meningkat hingga 66% pada 2035. Migrasi besar-besaran ke kota membuat permintaan hunian, transportasi, dan lapangan kerja melampaui kapasitas kota. Akibatnya, muncul permukiman padat, bahkan kawasan kumuh, yang mengurangi keindahan dan keteraturan kota. - Minimnya Ruang Terbuka Hijau (RTH)
Standar WHO menyebutkan bahwa kota ideal sebaiknya memiliki 30% dari luas wilayah sebagai ruang hijau. Sayangnya, kota-kota besar di Indonesia jauh dari standar ini. Jakarta, misalnya, hanya memiliki sekitar 5,2% RTH. Banyak lahan terbuka berubah fungsi menjadi apartemen, pusat perbelanjaan, atau gedung perkantoran. Akibatnya, selain menurunkan kualitas udara, kota juga kehilangan kesegaran visual. - Polusi Visual dan Lingkungan
Wajah metropolitan Indonesia sering kali dipenuhi baliho raksasa, reklame LED, dan kabel listrik berseliweran. Gedung-gedung tinggi dibangun tanpa memperhatikan harmoni estetika, sehingga menimbulkan kesan semrawut. Ditambah lagi, polusi udara akibat kemacetan dan industri menutupi langit kota, mengurangi keindahan alami. - Kemacetan Lalu Lintas
Hampir semua kota besar di Indonesia menghadapi kemacetan kronis. Data TomTom Traffic Index (2023) menempatkan Jakarta dalam daftar 10 kota termacet di dunia. Bandung, Surabaya, dan Medan juga menghadapi masalah serupa. Jalanan yang padat tidak hanya membuat mobilitas terganggu, tetapi juga menimbulkan stres dan menghilangkan kenyamanan menikmati kota. - Hilangnya Identitas Arsitektur dan Budaya
Banyak bangunan bersejarah dan beridentitas khas daerah hilang karena digusur pembangunan modern. Di Medan, gedung-gedung kolonial Belanda banyak terbengkalai. Bandung yang dikenal dengan arsitektur art deco kini tergerus oleh gedung komersial. Kota-kota pesisir seperti Makassar kehilangan sentuhan alami akibat reklamasi pantai. Modernisasi tanpa mempertahankan identitas justru menjadikan kota kehilangan karakternya.
Fakta Nyata di Kota-Kota Besar Indonesia

- Jakarta: Ibukota dengan Krisis Ekologi dan Estetika
- Jakarta berulang kali tercatat sebagai salah satu kota dengan kualitas udara terburuk di dunia menurut IQAir (2023–2024).
- Ruang hijau minim, hanya 5,2%, padahal idealnya 30%.
- Sungai Ciliwung yang melintasi kota sering tercemar limbah rumah tangga dan industri.
- Kawasan bisnis Sudirman–Thamrin tampak megah, tetapi hanya beberapa kilometer dari sana masih terdapat permukiman kumuh.
- Surabaya: Taman Kota Banyak, Namun Tidak Bebas Masalah
- Surabaya dikenal cukup maju dalam penataan taman kota, dengan lebih dari 60 taman aktif yang bisa diakses publik.
- Namun, polusi udara tetap menjadi masalah, terutama dari kendaraan bermotor.
- Kawasan bantaran sungai masih dihuni permukiman padat, menimbulkan kontras antara wajah “hijau” dan realitas sosial.
- Bandung: Kota Kreatif dengan Polusi Visual
- Bandung sering disebut sebagai kota kreatif, tetapi pada kenyataannya macet parah, terutama di akhir pekan saat wisatawan datang.
- Polusi visual dari reklame besar, mural yang tidak tertata, serta kabel listrik berseliweran mengurangi estetika kota.
- Sungai Citarum di wilayah Bandung Raya pernah mendapat predikat sebagai salah satu sungai terkotor di dunia, mencerminkan krisis ekologi perkotaan.
- Medan: Pertumbuhan Pesat, Identitas Hilang
- Sebagai kota terbesar di Sumatra, Medan mengalami ledakan pembangunan mal dan apartemen.
- Banyak gedung kolonial Belanda terbengkalai atau dihancurkan, sehingga mengikis nilai sejarah kota.
- Ruang hijau semakin terpinggirkan oleh kawasan komersial dan perumahan elite.
- Makassar: Kota Pantai dengan Wajah Baru yang Kontroversial
- Pantai Losari yang menjadi ikon kota kini dikelilingi proyek reklamasi, sehingga kehilangan kesan alami.
- Kemacetan semakin parah akibat meningkatnya kendaraan pribadi.
- Ruang publik terbatas, sementara pertumbuhan hotel dan apartemen di pesisir terus meningkat.
Dampak Sosial dan Psikologis
Hilangnya keindahan kota metropolitan tidak hanya merusak lanskap visual, tetapi juga menimbulkan dampak serius bagi masyarakat:
- Stres dan Penurunan Kesehatan Mental: Kemacetan, polusi udara, dan lingkungan yang bising membuat warga kota rentan stres.
- Turunnya Kebanggaan Warga Kota: Ketika kota terlihat semrawut, masyarakat kehilangan rasa memiliki dan kebanggaan terhadap kotanya.
- Ketimpangan Sosial: Gedung pencakar langit berdampingan dengan permukiman kumuh menciptakan jurang sosial yang mencolok.
- Menurunnya Daya Tarik Wisata Kota: Wisatawan cenderung lebih memilih wisata alam dibanding perkotaan yang padat dan berantakan.
Upaya Mengembalikan Keindahan Kota

- Revitalisasi Ruang Publik
Pemerintah kota perlu memperbanyak taman kota, jalur pedestrian, jalur sepeda, dan ruang interaksi sosial. Jakarta sudah mulai dengan revitalisasi trotoar Sudirman–Thamrin, tetapi masih perlu diperluas ke seluruh wilayah. - Pengendalian Iklan dan Infrastruktur Visual
Reklame besar dan kabel listrik udara sebaiknya ditata ulang. Beberapa kota di dunia sudah menerapkan kabel bawah tanah untuk memperindah lanskap kota. - Transportasi Berkelanjutan
Kota besar harus memperkuat transportasi publik massal seperti MRT, LRT, dan BRT. Penggunaan kendaraan pribadi perlu dibatasi untuk mengurangi kemacetan dan polusi. - Pelestarian Arsitektur dan Identitas Lokal
Gedung-gedung bersejarah sebaiknya direstorasi, bukan dihancurkan. Pembangunan baru harus memperhatikan nilai lokal agar tidak merusak identitas kota. - Kebijakan Pembangunan Berkelanjutan
Pemerintah daerah perlu menyeimbangkan aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan dalam perencanaan kota. Standar RTH 30% harus menjadi prioritas.